Pengalaman 'Mondok' atau 'Mesantren'
Assalamualaikum teman-teman. Jumpa lagi nih sama tulisanku.
Nah, kali ini aku mau menceritakan tentang istilah ‘Mesantren’ atau ‘Mondok’.
Gimana sih perasaannya mesantren atau mondok itu? Rasanya jauh dari Orang Tua
tuh gimana? Emang kuat yaa? Gak jorok apa tuh kamar mandinya dipake barengan?
Aku akan bagi pengalamannya sama kalian di tulisanku kali ini. Baca yuk
bacaa...
![]() | |
Pondok Pesantren Al-Halim Garut |
MONDOK ATAU MESANTREN
Menurut kalian, kata apa sih yang menggambarkan begitu
kalian dengar kata ‘mondok’ atau ‘mesantren’? Menurut teman-temanku, Mondok
atau Mesantren ini katanya mandiri, hafalan, antri, jauh dari Orang Tua,
santri, kyai, kitab kuning, Al-qur’an, kobong, madrasah, ngaji bareng, makan
bareng, tukeran kerudung, piket bareng, shalawatan, dan masih banyak lagi. Nah,
menurut pemikiran aku sendiri Mondok atau Mesantren itu adalah Keadaan kamu
menuntut ilmu agama dan pendidikan tanpa pantauan orang tua dan tanpa bantuan
persiapan orang tua, dimana kamu melakukan segala sesuatunya sendiri. Tujuannya
agar kamu bisa hidup mandiri, lebih baik dari Orang tua mu, punya etika dan
akhlak yang baik, dan juga membawa pengaruh besar bagi orang lain ke arah yang
lebih baik khususnya dalam ilmu keagamaan. Nah, kalo di Kampungku udah jadi hal
biasa bagi setiap Orang Tua mengirimkan anaknya untuk mesantren. Termasuk kedua
Orang tuaku.
Berawal dari aku lulus SD, aku ditanya sama Guru SD ku.
“Risa, kamu mau lanjut SMP dimana?” saat itu juga aku gak berpikir kalo aku
bakalan lanjut kemana. Aku asal jawab aja “Digarut pak, mesantren” (maksudnya
Garut kota). Singkat cerita, aku bilang sama mama kalo aku mau mesantren di
Pesantren teteh aku mesantren dulu. Namanya Pondok Pesantren Al-Halim Garut.
Letaknya di Jln. Suherman, Perum Jati Indah, Tarogong Kaler, Garut. Nah,
setelah itu mama nelpon ke anaknya pak Kyai soalnya mama kenal. Beberapa hari
setelah itu aku berangkat ke Garut kota sama Mama, Bapa, dan Teteh buat daftar.
Alhamdulillah aku diterima, senengnya luar biasa. Aku pulang lagi ke rumah.
Beberapa minggu kemudian aku berangkat lagi ke Garut sama Keluarga aku. Aku
bawa lemari, kasur lipat, bantal, selimut, baju, kerudung, handuk, dan
perlengkapan lainnya buat aku mondok selama disana. Hari pertama itu, bagaikan
dipisahkan secara paksa sama mama. Raut wajah mama tuh gak ngeliatin kesedihan
pas dia mau pulang, justru wajah aku yang pengen banget ikut mama pulang. Aku
nangis, pengen ikut pulang. Mama bilang gini “Caa, jangan nangis. Malu. Disini
baik-baik yah, mama mungkin gak bakalan bisa tiap bulan nengokin Ica. Palingan
Bapak yang nengokin Ica kesini. Jangan
sakit, jangan boros, harus fokus sama ngaji dan sekolahnya, gak boleh pacaran,
pokoknya pulang harus dapet ilmu.” Aku meluk mama sambil nangis, gak tau saking
sedihnya nasehat mama gak tau aku pengen ikut pulang sama mama. Mama dan Bapa
pamitan ke Pimpinan Pesantren, dan nitipin aku.Udah itu Mama sama Bapa pulang.
Tahun pertama itu sangat sulit menurut aku, dimana kita
harus bisa beradaptasi dengan tempat baru dan orang baru juga. Terbayang,
bagaimana rasanya hidup sendiri tanpa orang tua, sulitnya aku beradaptasi
menambah lingkaran zona merah semakin tebal. Aku yang masih berusia 12 tahun
sangatlah cengeng. Selama Tahun Pertama juga aku sering minta pindah sama Mama.
Mama nolak aku pindah, katanya aku harus bisa bertahan. Tahun pertama pokoknya
gak betah banget. Lagi solat mikirin mama, lagi mandi mikirin mama, pengen
pulang lah pokoknya. Makin gak betah disaat gak punya temen apalagi gak punya
uang. Parahnya lagi disaat mau nyuci baju, ember kita itu di gasab (pinjem tapi
gak dikembaliin lagi) orang. Makin gak betah tuh. Akhir semester itu adalah
waktu yang selalu dinanti-nanti sama semua santri.
Tahun kedua menjadi tahun kejayaan buat aku sendiri. Aku
udah mulai banyak temen, bisa beradaptasi, malahan betah, kadang gak mau pulang
disaat libur sekolah maupun pesantren. Udah bisa mandiri, bisa hemat juga. Oh
iya, aku ini Mesantren sambil sekolah gitu, jadi waktunya kepake semua.
Bermanfaat menurut aku, jadi Santri-santri tuh fokus sama mesantren dan
sekolah. Tapi tahun kedua ini aku jadi penyakitan gitu, Maag aku suka kambuh,
Gigi bolong, Dysminore, dan mata jadi
minus. Dan itu terus berlanjut hingga ke tahun ketiga. Seiring berjalannya
waktu, Alhamdulillah aku berangsur membaik kecuali mata minus. Sampai saat ini
aku masih menderita penyakit mata yang tergolong kedalam Miopi ini. Di tahun
ketiga, aku udah mulai ngerasain kebersamaan yang sesungguhnya, susah
senangnya, arti berbagi, pokoknya gak mau pisah lah. Pernah suatu waktu, Bapa
aku telat nengokin aku di pondok. Uang aku udah abis dan aku Cuma bisa makan
nasi kost doang. Terbayang, bagaimana
irinya aku melihat orang lain jajan ke kantin. Dan Aku ditraktir temen aku
jajan ke kantin. Aku seneng banget. Aku gatau dia itu beneran ikhlas atau
karena emang kasihan lihat aku. Entahlah. Begitupun sebaliknya, saat dia susah
aku juga bantuin temen aku. Dari sinilah aku tau artinya berbagi, entah itu
berbagi makanan, uang, atau hanya sekedar tenaga. Semua itu terasa indah saat
dipikul bersama-sama. Ohiya, ditahun terakhir mondok, temen sekobong pada ilang
piring. Akhirnya, kita beli nampan gede buat bawa makan kost barengan pengganti piring. Jika kalian nganggap ini jorok,
menurut kita ini nikmat banget. Meskipun lauk nya hanya seadanya, tapi yang
kita nikmatin itu kebersamaannya, berbagi nasinya, berebut lauknya juga. Duh
jadi rindu.
Kesimpulannya, rasanya mondok atau mesantren itu seneng
banget. Kita jadi bisa lebih tau tentang agama kita, lebih dekat dengan agama
Allah, tau tentang menutup aurat, tau mana yang benar dan mana yang bathil, tau apa arti berbagi, tentang
kebersamaan, lebih mengenal tentang ilmu agama yang sebelumnya gak pernah kita
tau, tentang orang baru yang sekarang sudah jadi sahabat fisabilillah kita, tentang Pesantren alhalim yang selalu aku
rindukan hingga saat ini, tentang pak Kyai yang sangat telaten membimbing
santri-santrinya menuju kebenaran, tentang orang-orang yang senantiasa gembira
didalamnya, tentang kitab kuning yang mengajarkan berbagai macam ilmu seperti
akhlak, kenabian, menuntut ilmu, fikih, nahwu, dan masih banyak lagi, tentang
mesjid yang selalu menjadi tempat mengadu kepada Allah setiap kami bersujud
takzim, tentang Allah Swt. Tuhan semesta alam yang senantiasa membenarkan jalan
hambanya yang sesat. Terima kasih Ya Allah, Engkau telah mempertemukan kami
dalam suatu tempat yang indah di dunia ini, semoga kita dapat berkumpul kembali
di Jannah-Nya. Amiinn yaarobbal ‘alamin..
Sebenarnya masih banyak pengalamanku tentang mondok, tak
akan beres jika hanya dijelaskan di blog. Semoga bersua dengan tulisanku
selanjutnya..
Risa Jamilah Lailatul
Hayah
0 Response to "Pengalaman 'Mondok' atau 'Mesantren'"
Post a Comment